I.
Pendahuluan
Pada
abad ke-15, penakhluk yang berkebangsaan
Portugis di India dan Asia Tenggara berhadapan dengan pemeluk agama Islam,
yaitu agama yang telah dikenal dalam sejarah sebagai agama yang selama
berabad-abad menjadi agama keturunan raja yang penting di India, maka di
kepulauan Indonesia (pulau Jawa) agama dan tata kemasyarakatan yang pra-Islam
masih tetap bertahan sampai pada permulaan abad ke-16. Di bidang politik,
orang-orang portugis mampu menahan pengaruh Islam yang terus meluas terhadap
kerajaan-kerajaan Indonesia. Kerajaan-kerajaan itu hampir semuanya masuk ke
dalam kekuasaan Islam. Sebaliknya, agama Islam di Asia Tenggara tidak dapat
meluas lebih jauh kearah timur semenanjung Malaka dan Filipina.
Sejak
abad ke-20 telah diterbitkan buku-buku dalam bahasa Belanda mengenai sejarah
Jawa dan Bali pada masa pra-Islam, yang sebagian besar berdasarkan data yang
digali dari sumber-sumber pribumi. Salah satu keberatan utama terhadap
pandangan mengenai sejarah Jawa yang sampai belum lama ini umum diterima ialah
gambaran bahwa ada jurang yang dalam antara zaman Hindu-Jawa dan zaman Islam.
II.
Rumusan Masalah
A.
Teori-teori
Masuknya Islam di Jawa
B.
Teori-teori
penyebaran Islam di Jawa
C.
Peranan
Walisongo
III.
Pembahasan
A.
Teori-teori Masuknya Islam di Jawa
Situasi masyarakat indonesia khususnya di pulau Jawa sebelum kedatangan Islam, kehidupannya
dipengaruhi oleh Sistem Kasta atau peradabaan golongan kelas, sehingga
kehidupan masyarakat terpecah-pecah.
Dan karena mereka yang tergolong
kasta tinggi tidak diperkenankan bergaul dengan orang yang berkasta rendah.
Sebagaimana mereka membagi kasta menjadi empat [1]:
1.
Kasta Brahmana
Brahmana merupakan
golongan pendeta dan rohaniwan dalam suatu
masyarakat, sehingga golongan tersebut merupakan golongan yang paling
dihormati. Seseorang dikatakan menyandang gelar Brahmana karena keahliannya
dalam bidang pengetahuan keagamaan. Jadi, status sebagai Brahmana tidak dapat
diperoleh sejak lahir. Status Brahmana diperoleh dengan menekuni ajaran agama sampai seseorang layak dan diakui sebagai rohaniwan.
2.
Kasta Ksatria
Ksatriya merupakan
golongan para bangsawan yang menekuni bidang pemerintahan atau administrasi
negara. Ksatriya juga merupakan golongan para kesatria ataupun para Raja yang ahli
dalam bidang militer dan mahir
menggunakan senjata. Kewajiban
golongan Ksatriya adalah melindungi golongan Brahmana, Waisya, dan Sudra. Apabila golongan
Ksatriya melakukan kewajibannya dengan baik, maka mereka mendapat balas jasa
secara tidak langsung dari golongan Brāhmana, Waisya, dan Sudra.
3.
Kasta Waisya
Waisya merupakan golongan para pedagang, petani, nelayan, dan profesi
lainnya yang termasuk bidang perniagaan atau pekerjaan yang menangani segala
sesuatu yang bersifat material, seperti
misalnya makanan, pakaian, harta benda,
dan sebagainya. Kewajiban mereka adalah memenuhi kebutuhan pokok (sandang,
pangan, papan) golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra.
4.
Kasta Sudra
Sudra merupakan golongan para pelayan yang membantu golongan Brāhmana, Ksatria, dan Waisya agar pekerjaan mereka dapat terpenuhi. Dalam filsafat Hindu, tanpa adanya
golongan Sudra, maka kewajiban ketiga kasta tidak dapat terwujud. Jadi dengan
adanya golongan Sudra, maka ketiga kasta dapat melaksanakan kewajibannya secara
seimbang dan saling memberikan kontribusi
Agama Islam masuk ke wilayah nusantara melalui celah-celah
masyarakat dan budayanya yang masih berorientasi pada tata susunan masyarakat
dan budaya Hindu-Budha tanpa menimbulkan goncanagan-goncangan ataupun keresahan
dalam masyarakat.
Menurut catatan ahli sejarah, Agama Islam masuk ke Pulau Jawa sekitar abad
XI Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Arab dan disebarkan Muballigh
dari Pasai (Aceh Utara).
Tetapi sebagian lagi dari ahli sejarah mengatakan, bahwa agama Islam masuk ke Indonesia yang pertama adalah
di Pulau Jawa. Karena pada tahun 929 - 949 M, masa kekuasaan Prabu Sindok, para
saudagar dari Pulau Jawa sudah banyak yang berlayar sampai ke Baghdad. Demikian
juga para pedagang dari Persia dan Gujarat sudah ada yang datang ke Indonesia.
Dikatakan lebih dahulu di pulau Jawa, karena ditemukan satu bukti pada batu
nisan seorang wanita Islam yang bernama Fatimah Binti Maimun, yang dimakamkan di Desa Leran
Gresik, tertulis wafatnya tahun 475 H atau tahun 1082 Masehi.[2]
Hingga pertengahan abad ke 13 bukti-bukti kepurbakalaan maupun
berita-berita asing tentang masuknya islam di jawa sangatlah sedikit. Baru
sejak akhir abad ke 13 masehi hingga abad-abad berikutnya, terutama sejak
majapahit mencapai puncak kejayaannya, bukti-bukti proses pengembangan islam di
temukan lebih banyak lagi. Misalnya saja penemuan kuburan islam di troloyo,
trowulan dan gersik, juga berupa ma huan (1416 masehi) yang menceritakan
tentang adanya orang-orang islam yang bertempat tinggal di gresik. Hal ini
membuktikan bahwa pada masa itu telah terjadi proses penyebaran agama islam,
mulai dari daerah pesisir dan kota-kota pelabuhan sampai ke pedalaman sampai ke
pusat kerajaan majapahit. Adanya proses penyebaran agama islam di kerajaan majapahit
terbukti dengan di temukannya nisan-nisan makam muslim di trowulan yang
terletak berdekatan dengan kompleks makam para bangsawan majapahit.
Adapun yang didatangi pertama oleh Islam di
Pulau Jawa yaitu di daerah-daerah pesisir utara Jawa Timur.
Agama yang nampak perkembangannya di pulau Jawa itu, sejak datangnya Maulana
Malik Ibrahim di Gresik yang kemudian menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa
Timur.
Pertumbuhan masyarakat
muslim di sekitar majapahit sangat erat kaitannya dengan perkembangan hubungan
pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-orang islam yang telaah memiliki
kekuatan politik dan ekonomi di kerajaan samudra pasai dan malaka. Untuk
masa-masa selanjutnya pengembangan islam ditanah jawa di lakukan oleh para
ulama’ dan mubaligh yang kemudian terkenal dengan sebutan walisanga (sembilan
wali).
B.
Teori-teori penyebaran Islam di Jawa
Penyebaran Islam di Jawa melalui :
1. Perdagangan
Pedagang-pedagang muslim yang melalui perkembangan lalu lintas pelayaran
dan perdagangan dunia yang ramai mulai abad ke-7 sampai abad ke-16, yaitu
antara Eropa, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan Cina banyak menetap di
kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan muslim.[3] Di
perkampungan itu, ada beberapa orang yang melakukan proses islamisasi yang
dibantu para pedagang muslim untuk lebih mengenal Islam. Mereka tertarik masuk
Islam karena mereka melihat bahwa Islam tidak memaksa atau merepotkan penduduk
non muslim untuk mengikuti ajaran Islam. Mereka dapat bersosialisasi dengan
baik dengan penduduk non muslim tanpa adanya perpecahan atau kekerasan. Proses
itu dipercepat oleh situasi politik beberapa kerajaan dimana adipati-adipati
pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat.
2.
Perkawinan
Para pedagang yang sudah menetap itu kedudukan ekonomi dan
sosialnya semakin baik. Ia menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak
dibawa serta. Para pedagang itu kemudian mengawini gadis-gadis setempat dengan
syarat mereka harus masuk Islam. Cara ini pun tidak mengalami kesulitan.
Saluran Islamisasi lewat perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila
saudagar atau ulama Islam berhasil mengawini anak raja atau adipati. Kalau raja
atau adipati itu sudah Islam maka rakyatnya akan mudah untuk diIslamkan. Misalnya
: perkawinan Maulana Iskhah dengan putri raja Blambangan melahirkan sunan Giri.
Raden Rahmat (Sunan Ngampel) kawin dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung
Wilatikta. Perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Perkawinan putri adipati Tuban (R.A. Teja) dengan syeh Ngabdurahman (muslim
Arab) melahirkan syeh Jali (Laleluddin).[4]
3.
Ajaran
Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran ke-Tuhanan yang telah bercampur dengan mistik
dan hal-hal yang magis. Karena itu para ahli tasawuf ini biasanya mahir dalam
soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Kedatangan
ahli-ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, yaitu masa
perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari persia dan India yang sudah
beragama Islam.
Bersamaan dengan perkembangan tasawuf ini maka dalam mengajarkan
agama Islam disesuaikan dengan pola fikir masyarakat yang masih berorientasi
pada agama Hindu Budha, sehingga mudah untuk dimengerti. Itulah sebabnya maka
orang jawa begitu mudah menerima agama Islam.
4.
Pendidikan
Lembaga pendidikan yang paling tua adalah pondok pesantren.
Murid-muridnya (santri) tinggal di dalam pondok pesantren semacam asrama dalam
jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya. Yang mengajar adalah
guru-guru agama (kyai dan ulama). Para santri itu jika sudah tamat lalu pulang
ke daerah asalnya dan menjadi tokoh keagamaan yang juga terus mengajarkan
ilmunya kepada masyarakat disekitarnya.
Dengan cara ini Islam terus berkembang memasuki daerah-daerah yang
terpencil. Pondok pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di
Jawa antara lain : Pondok Ampel Denta di Surabaya yang didirikan oleh Raden
Rahmat (Sunan Ampel), pondok sunan Giri dimana santrinya banyak yang berasal
dari Maluku (daerah Hitu). Sedangkan raja-raja dan keluarganya, kaum bangsawan,
biasanya juga mendatangkan kyai atau ulama untuk menjadi guru dan penasihat
agama.
5.
Seni
Budaya
Misalnya seni bangun (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni
musik, dan sastra. Dalam seni bangunan masjid, mimbar, ukir-ukirannya masih
menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia-Hindu seperti yang
terdapat pada candi-candi Hindu atau Budha. Hal yang demikian dapat dijumpai di
masjid-masjid kuno Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan (Cirebon), masjid
Agung Banten, dan sebagainya. Juga adanya pintu gerbang pada keraton-keraton
Islam atau makam orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi
bentar, kori agung. Begitu pula nisan kubur-kubur kuno di Demak, Kudus,
Corebon, Tuban, dan Madura. Semua menunjukkan budaya sebelum Islam.
Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak
meninggalkan seni budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut
memeliharanya.
Misalnya dalam perayaan Grebeg Maulud (Sekaten) di Yogyakarta,
Surabaya, dan Cirebon. Juga lewat pertunjukan wayang yang telah dipoles dengan
unsur-unsur Islam. Menurut cerita, sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang.
Islamisasi lewat sastra ditempuh dengan cara menyalin buku-buku tasawuf,
hikayat, dan babad ke dalam bahasa pergaulan (melayu).
Proses Islamisasi di Indonesia itu dipercepat lagi oleh adanya
faktor-faktor [5]:
a.
Syarat-syarat
masuk agama Islam cukup mudah dan ringan.
b.
Pelaksanaan
ibadahnya sederhana dan biayanya murah.
c.
Tidak
mengenal sistem kasta, semua orang derajatnya sama.
d.
Agama
Islam dari Gujarat telah mendapat pengaruh Hindu dan tasawuf sehingga
pemahamannya mudah.
e.
Aturan-aturan
dalam Islam itu fleksibel dan tidak memaksa.
f.
Runtuhnya
kerajaan Hindu Majapahit pada akhir abad ke-15.
Agama Islam
yang disebarkan dengan cara damai dan kekeluargaan itu ternyata berhasil
membawa beberapa perubahan sosial, budaya, memperhalus, dan memperkaya budaya
Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syari’ah selalu ada.[6]
C.
Peranan walisongo
Gerakan
penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan peranan Walisongo. Wali
adalah sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingakat pengetahuan dan
penghayatan agama Islam yang sangat dalam dan sanggup berjuang untuk
kepentingan agama. Karena itu ia menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga mendapat
gelar Wali’ullah (orang yang sangat diakasihi Allah).
Jumlah wali diangap sembilan (songo) walau sebenarnya lebih dari
itu, karena jumlah sembilan dianggap keramat, selain itu juga untuk menyebarkan
nilai-nilai moral ke segala penjuru. Sehubungan dngan segala penjuru wilayah
ini orang jawa mengenal istilah keblat papat limo pancer. Keblat
papat, yaitu utara-timur-selatan-barat, dilengkapi dengan arah diantaranya
berjumlah delapa, ditambah dengan pusatnya (pancer) menjadi sembilan.
Istilah keblat papat limo pancer ini selalu diucapkan oleh orang yang
memimpin suatu kenduri menurut adat Jawa, berbeda dengan apa yang diucapkan
oleh modin atau kaum yang memimpin kenduri dengan warna Islam.[7]
Sembilan wali tersebut ialah[8]:
1.
Maulana
Malik Ibrahim (sunan Gersik, wafat di Gersik pada tahun 1419)
Sunan
Gresik disebut juga "Maulana Maghribi". Dikalangan rakyat kecil
beliau terkenal sebagai ulama yang berbudi luhur dan sangat dermawan. Beliau berperan menyebarkan Islam di
Gresik dan sekitarnya.
2.
Sunan
Ampel (Raden Rahmat) di Surabaya.
Dalam
berdakwah beliau berusaha membimbing rakyat agar menjalankan ajaran Islam
dengan menghilangkan kebiasaan masyarakat yang bukan ajaran Islam. Beliau salah seorang yang berjasa
mendirikan Masjid Demak dan Kerajaan Demak.
3.
Sunan
Bonang, (Raden Maulana Makdum Ibrahim)
Beliau berperan menyebarkan agama Islam didaerah Tuban dan Lasem. Dalam
berdakwah beliau menggunakan media gamelan yang disebut bonang, sehingga beliau
dipanggil Sunan Bonang, juga melalui ajaran
tasawwuf.
4.
Sunan
Giri (Raden Paku), putra dari
Maulana Iskhak dengan putri Blambangan.
Dalam Penyebaran Islam beliau mendirikan pondok pesantren. Muridnya berasal
dari berbagai penjuru tanah air, misalnya dari Ternate, Tidore, Pulau Bawean, Madura
dsb.
5.
Sunan Drajad (Raden Qosim) , putra suanan
Ampel.
Beliau terkenal sebagai ulama yang besar jiwa sosialnya. Gamelam
merupakan media dakwah yang digunakan. Beliau berperan menyebarkan Islam
didaerah Drajat, sekitar Lamongan.
6.
Suanan
Kalijaga (Raden Mas Sahid), putra
tumenggung Majapahit,
Beliau
terkenal sebagai ulama yang berjiwa besar, pandai bergaul disemua lapisan
masyarakat. Wayang kulit adalah media syiar Islam yang beliau gunakan.
Disamping sebagai seorang mubaligh, beliau juga ahli filsafat, budayawan dan
kesenian. Sunan Kalijaga berperan
menyebarkan Islam didaerah sekitar Demak.
7.
Sunan
Kudus (Ja'far Shodiq)
Beliau
berperan menyebarkan Islam didaerah Kudus. Beliau
seorang wali yang menguasai ilmu agama Islam, seperti tauhid, fiqih dan Hadist.
Menara Kudus adalah peninggalan beliau yang sangat terkenal.
8.
Sunan
Muria (Raden Umar Said)
Sunan
Muria putra Sunan Kalijaga berperan menyebarkan Islam didaerah Colo lereng
Gunung Muria. Beliau suka bergaul dengan rakyat jelata sambil berdakwah.
9.
Sunan
Gunung Jati (Syarif Hidayatullah).
Beliau adalah cucu Prabu Siliwangi. Beliau berperan menyebarkan Islam di Banten dan
Cirebon. Disamping sebagai ulama beliau juga penglima perang, dan sebagai raja.
Para wali itu adalah guru-guru agama
Islam yang terus menerus berjuang dan mengabdikan hidupnya untuk kepentingan
agama Islam dengan berbagai cara masing-masing. Jadi peranan wali-wali itu
tidak hanya memberikan dakwah islamiyah saja, tetapi juga sebagai pengembang
kebudayaan, sebagai dewan penasehat dan pendukung raja-raja yang memerintah,
serta sebagai arsitek pembangunan masjid-masjid kuno. Gerakan Islamisasi oleh
para wali itu dipusatkan di daerah sepanjang pantai utara Jawa, mulai dari
Banten sampai Blambangan dengan mendirikan pusat-pusat pengembangan Islam.
Setiap kota didirikan masjid-masjid sebagai pusat belajer agama Islam dan
pengatur strategi Islamisasi.
Secara garis besar
peranan wali adalah:
1.
Dibidang agama sebagai
penyebar agama Islam, baik melalui dakwah, mendirikan pondok pesantren maupun
melalui media seni.
2.
Di bidang politik,
sebagai pendukung kerajaan-kerajaan Islam meupun sebagai penasehat raja-raja
Islam, atau sebagai raja.
3.
Dibidang seni budaya,
berperan sebagai pengembang kebudayaan setempat yang disesuikan dengan budaya
Islam baik melalui akulturasi maupun asimilasi kebudayaan.
IV.
Kesimpulan
A.
Teori-Teori
Masuknya Islam Di Jawa
Menurut catatan ahli sejarah, Agama Islam masuk ke
Pulau Jawa sekitar abad XI Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Arab dan
disebarkan Muballigh dari Pasai (Aceh Utara).
Adapun yang didatangi pertama oleh Islam di
Pulau Jawa yaitu di daerah-daerah pesisir utara Jawa Timur.
Agama yang nampak perkembangannya di pulau Jawa Itu, sejak datangnya Maulana
Malik Ibrahim di Gresik yang kemudian menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa
Timur.
B.
Teori-teori
penyebaran Islam di Jawa
Penyebaran agama Islam di Jawa melalui
:
1. Perdagangan
2. Pernikahan
3. Ajaran Tasawuf
4. Pendidikan
5. Seni Budaya
C.
Peranan
Walisongo
1. Dibidang agama sebagai penyebar agama Islam, baik melalui dakwah,
mendirikan pondok pesantren maupun melalui media seni.
2. Di bidang politik, sebagai pendukung kerajaan-kerajaan Islam meupun sebagai
penasehat raja-raja Islam, atau sebagai raja.
3. Dibidang seni budaya, berperan sebagai pengembang kebudayaan setempat yang
disesuikan dengan budaya Islam baik melalui akulturasi maupun asimilasi
kebudayaan.
V.
Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi.
2002. Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal. Bandung: Mizan.
Graaf , H.J. de
dan Th.G.Th. Pigeaud. 1986. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa.
Jakarta: Temprint.
Musahadi, dkk.
2003. IAIN Walisongo: Mengeja Tradisi
Merajut Masa Depan. Semarang: Puslit IAIN Walisongo.
Purwito, Edi
dan Kuswanto. 1987. Sejarah Nasional
Indonesia dan Sejarah Dunia. Solo: Tiga Serangkai.
Simon , Prof.
DR. Hasanu. 2004. Misteri Syekh Siti Jenar Peran Walisongo dalam
Mengislamkan Tanah Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
VI.
Biodata pemakalah
1.
NAMA : FENY INDARYANI
NIM :
113511044
JURUSAN :
TM 4B
TTL : KENDAL, 27 MEI 1993
PPENDIDIKAN
-SD : SDN 01 TOSARI BRANGSONG KENDAL
-SMP : MTsN BRANGSONG
-SMA : MAN KENDAL
-SI :
IAIN WALISONGO SEMARANG
ALAMAT : TOSARI RT 02 RW 01 KEC.
BRANGSONG KAB. KENDAL
No Telp. :
085742460103
2.
NAMA : MIKKE NOVIA INDRIYANI
NIM :
113511051
JURUSAN /PRODI : TADRIS/TADRIS MATEMATIKA
TTL :
REMBANG, 19 AGUSTUS 1993
PPENDIDIKAN
-SD :
-SMP :
-SMA : SMA NEGERI 1 REMBANG
-SI : IAIN WALISONGO
SEMARANG
ALAMAT : Ds.
RANDU PULO Kec. REMBANG Kab. REMBANG
No Telp. :
085640731679
Email :
3.
NAMA : SANIYYA DARA FARAHHADI
NIM :
113511060
JURUSAN /PRODI : TADRIS/TADRIS MATEMATIKA
TTL :
BATANG, 29 APRIL 1994
PPENDIDIKAN
-SD : SD SIDOREJO 02
-SMP : SMP NEGERI 6 PEKALONGAN
-SMA : SMA NEGERI 1 PEKALONGAN
-SI : IAIN WALISONGO
SEMARANG
ALAMAT :
GRIYA PANGURIPAN INDAH D.24 PEKALONGAN
No Telp. :
085640345909
[1]
Musahadi, dkk, IAIN
Walisongo: Mengeja Tradisi Merajut Masa
Depan, (Semarang: Puslit IAIN Walisongo, 2003), hlm 20.
[3] Edi Purwito dan Kuswanto, Sejarah
Nasional Indonesia dan Sejarah Dunia,( Solo : Tiga Serangkai , 1987), hlm. 23-24.
[4] Edi Purwito dan
Kuswanto, Sejarah Nasional Indonesia
dan Sejarah Dunia, ( Tiga Serangkai
: Solo, 1987), Hlm 25
[5]
Graaf , H.J. de dan Th.G.Th. Pigeaud. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di
Jawa. (Jakarta: Temprint. 1986) Hlm 19
[6]
Edi Purwito dan
Kuswanto, Sejarah Nasional Indonesia dan Sejarah Dunia,( Tiga Serangkai
: Solo, 1987), Hlm 28
[7] Prof. DR.
Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti
Jenar Peran Waliisongo dalam Mengislamkan Tanah Jawa, ( Pustaka Pelajar:
Yogyakarta, 2004), Hlm 50
[8]
http://blogger-put.blogspot.com/2012/11/peranan-wali-songo.html
/
Senin, 25 Maret 2013, pukul 11:55 PM